The Best Gift In My Life is….

Author: Mutiara Fajar

Twitter: @MOEDchu_

Genre: angst, romance

Rating: general

Cast: Lee Hyuk Jae, Ahn Sohee

Note: ini juga FF pemenang lomba. Happy Reading All 🙂 Don’t Forget To Leave Your Comment After Read This^^ Kamsaaaa~

***

Sial!! Tak satu pun yang berhasil ku ingat. Berkali-kali ku pukul kepala ini agar ingatan itu kembali terngiang. Aish, aku tak bisa!!. Bukannya aku amnesia, hanya saja aku tak ingat apa yang terjadi sebelumnya sehingga aku bisa terbaring di ruangan yang diselimuti atmosfer bau obat-obatan ini. Aku ingat siapa diriku, keluargaku, teman-temanku, dan semuanya aku ingat. Tapi aneh, tiba-tiba saja setelah aku membuka mata, semuanya berubah. Tubuhku menyusut dan terasa sakit. Selang infus terpasang di hidung dan di tanganku.

 

 Suara langkah kaki sepertinya mendekati ruanganku. Samar-samar ku dengar seorang wanita berbicara dengan seorang pria.

 

 “Pak, apakah anakku akan baik-baik saja?” tanya wanita itu.

 

 Anak?? Suara itu!! Ibu!! Kenapa bisa??! Jadi, sekarang … Tapi…

 

 “Yah, kita sama-sama berdoa pada Tuhan, Bu.”

 

 Gagang pintu di putar. Mereka perlahan-lahan berjalan mendekatiku. Tapi, tiba-tiba saja mataku kembali tertutup. Sulit untuk dibuka. Tanganku tak bisa digerakkan sedikit pun. Apa yang sebenarnya terjadi?? Tunggu, aku masih bisa mendengar percakapan mereka.

 

 Aku merasakan Ibu menggenggam lembut tanganku. Tangan ibu terasa lebih besar. Ia terisak, “Hyuk Jae… Kau harus kuat. Hiks, kau harus bangun… Ibu akan membuatkan gimbap ikan lagi untukmu… Pintamu sebagai hadiah di hari ulang tahun… Hiks…”

 

 Air mata ibu menetes mengenai lenganku. Akhirnya aku bertemu ibu kembali. Meski pun tak melihatnya, rasa rinduku sedikit terobati.

 

 Sekuat tenaga ku coba untuk menggerakkan tanganku. Ku coba membuka mata. Mustahil!! Ya, sekarang aku bisa merasakan apa yang ibu rasakan 17 tahun yang lalu. Saat aku menangisinya, ibu pasti mendengarku dan ingin menangis. Saat aku mengelus rambutnya, ibu pasti juga ingin mengelusku. Ya, memang sulit untuk di lakukan. Tapi setidaknya, aku bisa mendengar suara ibu kembali. Terimakasih Tuhan. Meski pun ini adalah mimpi, aku ingin terus berada di sini.

 

 ***

Sudah dua hari aku di rawat tanpa ada perkembangan sedikit pun. Aku bosan hanya bisa berbaring dan menerima makanan dari selang. Aku ingin lekas sembuh. Aku ingin melihat ibu tersenyum bahagia, walau pun aku masih belum bisa mempercayai ini semua. Sekali lagi, terima kasih Tuhan.

 

Indera pendengararanku mulai beraksi. Seseorang, tidak! Lebih dari satu, berjalan mendekati pintu. Mereka masuk dan menghampiriku. Aroma ini, kimbap ikan buatan ibu! Ya, aku tau persis! Berarti, hari ini adalah ulang tahunku yang ke 24, oh tidak. Untuk saat ini, umurku baru 7 tahun. Mimpi yang sungguh panjang dan menguras air mata.

 

 “Hyuk Jae, ini kadomu. Ku harap kau menyukainya…”

 

 Ku dengar suara sendok yang beradu dengan piring. Kimbap itu kini menyentuh bibirku yang terasa kering. Tuhan, aku ingin memakannya. Aku mohon, biarlah mataku belum bisa terbuka. Tapi aku bisa memakannya. Oh, bisa ku rasakan ibu mulai menitikkan air mata.

“Ayo, nak! Bukalah mulutmu… Ibu mohon… Hiks…” Ibu semakin mendorong kimbap itu ke bibirku.

 

 “Bu, Hyuk Jae belum sadar! Ia tak mungkin bisa memakannya!!” suara Ayah menggema di telingaku.

 

 “Hiks… Anni!! Dia pasti memakan gimbap kesukaannya…Pasti!! Ayo, Hyuk Jae!! Buka mulutmu!” Ibu tetap mencoba mendorong kimbab itu.

 

 “Terserah kau lah…”

 

 Pintu ruangan dibuka. Ku rasa ayah meninggalkan ibu bersamaku di ruangan ini. Ibu, mianhae… Aku tak bisa! Sekuat apa pun kau mencoba, tapi aku tak berdaya! Ibu, jangan menangis…

 

 Sepertinya ibu putus asa. Ia meletakkan piring kimbap di atas meja dan keluar menyusul ayah. Ku dengar suara tangisnya semakin membesar.

 

 Aku terkejut. Dengan mudah mataku bisa terbuka dan tanganku mampu bergerak.

 

 “Ib… hu… ibb…” ku coba untuk memanggil ibu. Oh Tuhan, suaraku serak!

 

 Aku bangkit dengan hati-hati. Ku raih kimbab yang berada di atas meja. Aku tersenyum bahagia saat berhasil menggigit kimbap itu. Aku mengunyahnya dengan uraian air mata, “Terima kasih Tuhan…”

 

 Lima potong kimbap telah masuk ke perutku. Kali ini aku benar-benar mengantuk. Ku rebahkan kembali tubuhku. Tapi aku tak langsung menutup mata. Aku ingin menunggu ibu agar bisa melihatku. Ia pasti tersenyum bahagia. Rasa kantuk yang amat besar membuatku tak bisa membuka mata lebih lama lagi. Aku mulai tertidur. Tepat di saat mataku tlah tertutup, ibu menghampiri ranjangku.

 

 Tangan ibu menyentuh bibirku, “Kimbap??! Kau memakannya…” Ibu memelukku.

 

 ***

 

 Ku regangkan tubuhku, memutarnya ke kiri dan ke kanan. Mataku berair dan perih saat di buka. Aku tercekat! Aku telah kembali! Tapi, aroma kimbap masih tercium. Apaaku sudah tidak bermimpi lagi?? Apa aku benar-benar telah menjadi Hyuk Jae 24 tahun?? Ku yakin, sudah!

 

 Aku keluar dari kamar dan berjalan menelusuri aroma itu. Aku berjalan melewati box tempat tidur buah hatiku. Bayi tampan yang sedang tertidur pulas. Aku kembali mengikuti aromanya.

 

Dari balik pintu dapur, ku lihat wanitaku sedang menggoreng ikan untuk kimbap. Aku teringat dengan janji ibu yang akan membuatkanku kimbap saat ulang tahun. Tapi, saat memasak, tiba-tiba saja kompor itu meledak dan api dengan cepat menyambar ibu beserta rumah. Aku yang sedang bermain segera memanggil ayah dan mengeluarkan ibu. Untung saja ibu masih bisa di bawa ke rumah sakit. Tapi, setelah koma selama 4 hari, ibu menghembuskan nafas terakhirnya. Sejak saat itu, aku tak ingin menyuruh siapa pun untuk membuatkan kimbap untukku.

 

Ragu-ragu aku menghampiri Sohee, wanita yang baru setahun aku nikahi. Ia terlihat asyik menyusun isi kimbap.

 

 “Jagi… akk… aku bantu ya.” Aku berdiri di sampingnya sedikit ragu.

 

 Ia tersenyum dan mengambil sebuah kimbal dari dalam lemari, “Ini. Kau pakai ini untuk menggulungnya…”

 

“Ne..” aku mengambilnya dan mulai meletakkan rumput laut yang telah diisi nasi, sayur, dan tentunya ikan di atas kimbal. Aku sebenarnya sudah biasa melakukan ini, tapi itu semua tak pernah lagi ku lakukan setelah kejadian itu.

 

“Kenapa kau tiba-tiba membuat kimbap ikan?” tanyaku memecah keheningan.

 

 “Aku teringat cerita yang kau katakan tentang ibumu. Kau ingin kimbap ikan saat ulang tahunmu… makanya, aku ingin membuatkanmu kimbap hari ini…” Sohee membalikkan gorengan ikannya.

 

 “Jadi, sekarang tanggal 4 ya??” tanyaku benar-benar tidak menyadarinya.

 

 Sohee menatapku. Ia mencubit ke dua pipiku, “Kau lucu… Bercandamu gak keren…” ia kembali melanjutkan masaknya.

 

 Aku menyentuh bekas cubitannya. Jadi, ibu membayar janjinya padaku melalui mimpi itu. Ku letakkan tanganku di pinggir meja dapur, aku tertunduk. Tak terasa, air mataku menetes mengenai kimbap yang belum ku gulung.

 

 “Oppa, kau kenapa?” Sohee menyentuh pundakku.

 

 “Aku mimpi ibu… hiks… Aku memakan kimbap buatannya. Dan ibu memelukku dengan hangat…”

 

 Sohee mengangkat ikannya dari wajan dan mematikan kompor. Ia membawaku untuk duduk di meja makan, “Bagaimana mimpimu?”

 

 Ku ceritakan semuanya pada Sohee. Ku lihat, matanya mulai berkaca-kaca dan tangisnya pun pecah. Aku merangkulnya. Ku peluk ia erat. Berharap kecelakaan yang di alami ibu tak terjadi pada Sohee. Ibu, wanita pertamaku tak kan ada yang bisa menggantikanmu. Semoga kau bisa tersenyum melihat diriku dari atas sana…

 

 ***

 

 “Saengil chukkae hamnida… saengil chukkae hamnida… tiup lilinnya… tiup lilinnya…” ucap Sohee sambil bertepuk tangan.

 

Aku menutup mata, membuat sebuah harapan besar di dalam hati, “Tuhan, terimakasih atas segalanya. Terimakasih atas wanita cantik yang tlah Kau pertemukan denganku. Terimakasih atas bayi tampan yang tlah Kau titipkan pada kami. Semoga kebahagiaan ini tak kan pernah hilang dan akan bertahan sampai kapan pun. Dan untuk ibu, semoga kau bahagia di surga. Amin”

 

 Ku hirup napas panjang, kemudian menghembuskannya agar api lilin padam. Kemudian ku lepaskan lilin itu dari kimbap. Ya, Sohee mengganti kuenya dengan kimbap ikan kesukaanku yang sangaaaat besar. Aku mengambil pisau dan memotongnya menjadi beberapa bagian. Suapan pertama, ku berikan pada Sohee. Ia tersenyum. Suapan ke dua, tentunya untuk diriku.

 

 Tiba-tiba Heejae menangis. Kami segera menghampiri boxnya. Sohee memegang kasurnya, tapi tak basah. Anehnya, Heejae berhenti menangis dan tidur kembali. Aku dan Sohee geleng-geleng melihat tingkahnya.

 

 Ya, inilah kado terindah dalam hidupku. Aku tak menyesal karena menikah muda. Karena aku mendapatkan wanita yang sangat menyayangiku dan bayi yang sangat lucu. Aku bahagia dengan keluarga kecil dan sederhana ini.

 

 Aku bangga pada ibu yang telah mengajarkanku pada kenyataan hidup yang kadang tak sesuai harapan. Aku bangga pada ayah yang dengan sabar merawatku hingga saat ini. Aku bangga dengan hidupku yang nyaris sempurna.

 

 Sohee tersenyum padaku, “Oppa, saranghaeyo…”

 

 “Ne, nado jeongmal saranghae…”

 

 Wajah kami semakin mendekat. Ku kecup bibirnya dengan lembut. Berharap hidupku akan terus bahagia bersama kado terindah yang tlah Tuhan berikan padaku…

 

 Terima kasih semuanya…

 

 The End

 

 *author nangis bombay T~T*

Leave a comment