This is life, Hae jin-ah…

Image

~~~

“AAAAAA!!!!” lagi-lagi Hae Jin berteriak. Membangunkan aku dari malampanjangku. Ini terlalu pagi untuk berteriak. Orang tua dan hyungku pasti sedang melakukan aktifitas mereka masing-masing. Yesung hyung sibuk dengan jadwalnya dan semalam ia tidak pulang ke rumah. eomma sibuk berkutat di dapur sedangkan appa sibuk dengan Koran dan kopinya.

“AAAAA!!!” teriak Hae Jin untuk yang sekian kali. Aku tidak tau dengan pikiran anak kecil sepertinya. Kenapa senang sekali berteriak sepagi ini. Membuat gendang telinga yang mendengar teriakannya akan berakibat pecah. Aku beranjak dari kasurku menghampiri Hae Jin. Heran, kenapa kedua orang tuaku tidak menghampiri adikku yang mungkin sedang ada masalah atau apapun. Jangankan menghampiri, bahkan mereka sama sekali tidak berkutik dari tempat mereka sekarang. Aku penasaran, apakah pendengaran mereka telah hilang karena teriakan adikku? Tapi aku yakin bukan karena hal itu. Entahlah. Sampai sekarang aku tidak tau jawabannya.

waeyo Hae Jin-ah?” tanyaku masih dengan nyawa yang belum sempurna terkumpul dan dengan mata yang masih meram.

ige oppa, kemingku mati…” isaknya masih sambil memegangi kura-kura yang aku dan yesung hyung belikan dua minggu yang lalu dan sekarang menjadi binatang kesayangannya hae jin.

“keming-ah… kenapa kau pergi? Nanti aku main dengan siapa?” aku yang masih diam di tempatku hanya menatap adikku. Mungkin kebanyakan seorang kakak akan marah jika seorang adik berteriak sekeras ini di pagi hari hanya karena seekor kura-kura yang mati, tapi aku tidak. Tuhan memang tidak mengizinkan aku untuk menyakiti perasaan seseorang, terlebih lagi adik kecilku ini. Terkadang satu atau dua kali aku juga kesal dengan sifatnya yang suka berteriak-teriak, membuat keluargaku, ah tidak, lebih tepatnya aku dan hyungku terlonjak kaget, dan disaat seperti itu aku sempat berfikir untuk membentaknya keras-keras. Tapi aku selalu mengurungkan niatku. Karena apa? Jika aku seperti itu, siapa yang akan peduli dengan adikku? Eommaku? Tidak akan. Appaku? Sangat mustahil. Yesung hyung? Yaaa…dia memang oppa yang peduli pada hae jin, tapi karena jadwal yang padat jadi tidak mungkin dia selalu memerhatikan hae jin. Memerhatikan kesehatannya saja belum tentu bisa. Jadi akulah orang satu-satunya yang di butuhkan hae jin. Kulangkahkan kakiku menghampiri hae jin kemudian berjongkok agar menyamai tinggi hae jin.

uljima…” ku peluk tubuh mungilnya, sambil membelai rambut panjangnya. Hae jin masih menangis di pelukanku.

uljima…” ku ulang perkataanku. Kemudian menjauhkan dirinya dan menghapus sisa-sisa air matanya.

“nah… beginikan lebih cantik?” ku cubit pipi adikku lembut.

“jong jin oppa…” hae jin kembali mengelus cangkang keming yang sudah tak berdaya.

“mm?”

“kenapa… keming mati oppa?” matanya yang sedari tadi memerhatikan keming beralih kearahku.menatap mataku dalam. Seolah-olah mencari jawaban atas pertanyaannya tadi.

ne?” tanyaku kaget ketika mendengar pertanyaan polos darinya. Kenapa keming mati? Lalu aku harus menjawab apa? MANA OPPA TAU! KAU TANYAKAN SAJA SAMA TUHAN! Ah tidak. Itu jawaban yang terlalu kasar bagi anak seumur hae jin.

Aku tidak tau. Otakku tak mau berjalan seperti biasanya. Lalu apa yang akan aku jawab pada hae jin nanti? Aku bukan orang yang dapat merangkai bunga dan kata-kata dengan indah. Aku paling payah jika harus merangkai kata. Aku tak pandai menjelaskan suatu pertanyaan dengan halus dan lembut karena aku tipikal namja yang selalu bicara apa adanya dan blakblakan.

oppa…” hae jin memegang lenganku, membuatku tersadar dari lamunanku.

ne?tadi hae jin nanya apa? Oppa lupa, hehehe.” Kataku berbohong sambil menggaruk bagian belakangku.

“kenapa keming mati?”

“ahh itu… hae jin kan tau, waktu beberapa hari yang lalu, keming tidak dalam keadaan baik dan kita sudah memeriksanya ke dokter hewan bersama yesung oppa kan? Nah wajar saja jika keming mati.” Payah. Aku tau hae jin juga tau dengan jawabanku ini. Tapi sungguh kata-kata itu keluar dari mulutku begitu saja. Ingin rasanya aku memanggil yesung hyung untuk datang sekarang juga dan menjelaskan semuanya dengan hae jin. Aku yakin, yesung hyung lebih pandai menjelaskan dari pada aku. Ah, sepertinya aku harus belajar merangkai kata. Agar hae jin terpesona dengan jawabanku dan tidak akan bertanya-tanya lagi.

“aku tau itu jong jin oppa, tapi bukan itu jawaban yang aku inginkan.” Benarkan? Sudah ku bilang juga apa.

“hae jin sudah belajar lawan katakan?” aku tidak tau kenapa aku mengatakan ini kepadanya. Pertanyaan tidak penting menurutku.

“aku sudah belajar itu dengan yesung oppa sejak kelas 1 dan sekarang aku sudah kelas 2 oppa.” JLEB! Aku menelan air liurku. kaget ketika mendengar jawaban hae jin beberapa detik yang lalu. Seperti ada satu tombak yang sangat runcing mengenai jantungku. Sakit. Nyesek. Sepertinya hae jin tau bahwa aku tidak tau sekarang ia kelas berapa. Rangkaian katanya halus tapi sukses membuatku seperti tertancap tombak yang sangat tajam.

“hahaha oppa lupa.” Aku tertawa keras. Lebih tepatnya tertawa dipaksakan. Ini kata-kata bohongku yang sekian kali di depan hae jin dan ku harap ini yang terakhir kali. Mata polos hae jin masih belum lepas menatapku. Matanya mengatakan seolah-olah dia ingin meminta jawaban padaku sekarang juga.

Hening. Hae jin masih mengeluskan kura-kuranya, tapi matanya masih menghakimiku untuk menjawab pertanyaannya.

“hae jin-ah… setiap manusia yang di ciptakan pasti akan kembali kepada yang kuasa. Sekarang jawab pertanyaan oppa.”

“lawan kata yeoja?”

namja.”

“ketemu?”

“pisah.”

“nah kalau lawan katanya hidup?”

“mati.”

“jadi, kalau kita pernah hidup, maka kita akan mati. Manusia di ciptakan untuk mempersiapkan kematian mereka kelak. Manusia mati untuk mempersiapkan kehidupan yang kekal suatu hari nanti. Jadi… kalau kita tidak pernah hidup, berarti kita tidak akan pernah mati.” Yang aku katakana rangkaian bunga yang baguskan? Bukan hanya rangkaiannya, bunganya juga indah. Meskipun panjang kurasa itu cukup untuk membalas semua pertanyaan hae jin.

“lalu, bagaimana jika kita tidak mau atau siap untuk mati oppa? Apa bisa menghindar?” lagi-lagi aku dibuat tekejut oleh pertanyaan hae jin. Tapi untuk pertanyaan ini aku mungkin bisa menjawabnya dengan baik.

“siap atau tidak siap kita akan mati. Ini yang dinamakan takdir hae jin-ah. Siapa yang tau kematian selain tuhan? Jika kematian bisa ditunda, mungkin banyak orang yang akan menunda kematian mereka. Memangnya ada orang yang ingin mati? Tidakkan? Hae jin-ah, jalan hidup kita ini penuh misteri. Oppa tidak tau kelak hae jin menjadi apa jika dewasa nanti. Oppa tidak tau hae jin akan memili namja chingu seperti apa suatu hari nanti. Begitupun dengan kematian. hae jin-ah, yang tau hanya tuhan dan yang menentukan tempat, waktu dan bagaimana keadaan kita saat mati juga hanya tuhan. Contohnya seperti keming,” hae jin mengalihkan matanya dari aku ke keming.

“kita tidak tau kan bahwa akhirnya hari ini keming akan mati? Padahal baru beberapa hari yang lalu dia sehat. Hae jin-ah kematian adalah yang paling dekat dengan kita.”

“kalau aku mati… apa oppa akan berteriak dan menangis seperti ketika aku melihat keming mati seperti tadi?”

DEG. Pertanyaan ini…begitu mencengangkan. Bagaimana bisa anak sekecil hae jin sudah memikirkan kematian. Aku saja yang umurku jauh berbanding dengan hae jin tidak pernah memikirkan kematian.

“kok hae jin nanya itu? Hae jin-ah… dengarkan oppa,” aku memajukan tubuhku agar lebih dekat dengan hae jin.

oppa pasti akan berteriak. Bahkan lebih kencang dari teriakan hae jin tadi sampai dan teriakan oppa akan membuat telinga eomma dan appa benar-benar tuli. Hehehe.” Aku menyengir, hae jin juga menyengir, memperlihatkan gigi susunya yang putih.

“yesung oppa juga akan berteriak sekencang-kencangnya sampai dunia tau bahwa yesung oppa sangat sangat sangat sangat sangat kehilangan adik tercantik oppa.” Yesung hyung memasuki kamar hae jin. Membuat aku dan hae jin memusatkan pandangan kearah yesung hyung.

“kau sudah lama hyung?”

“lumayan. Sejak hae jin berteriak tadi pagi.”

ne?” tanyaku kaget. Yesung hyung hanya tersenyum kemudian menghampiri hae jin dan berjongkok di depan hae jin persis yang seperti aku lakukan.

“hae jin boleh peluk yesung oppa?”

ne.” hae jin memeluk tubuh yesung hyung.

oppa

ne?”

“hae jin sayang oppa. Hae jin sayang eomma. Hae jin sayang appa. Meskipun mereka tidak pernah memedulikan hae jin.” Air mataku mengalir. Kata-kata hae jin begitu menghujam jantungku. Membuat aku dan hyungku tidak bisa berkata apa-apa. Kami hanya diam. Mendengarkannya berbicara. Jujur, aku merasa aneh dengan kata-kata hae jin hari ini. Aku tau, dia selalu mengatakan rasa sayangnya kepadaku dan yesung hyung, tapi kali ini rasanya berbeda.

oppa harus rajin makan. Jangan lupa jaga kesehatan oppa sesibuk apapun oppa. Jangan lupa istirahat dan selalu sayangin jong jin oppa, eomma dan appa. Hae jin sayang oppa. Sungguh, hae jin sayang yesung oppa…” hae jin menarik dirinya dari pelukan yesung hyung. Yesung hyung hanya tersenyum tipis sambil memerhatikan wajah polos hae jin, membiarkan air matanya yang mengalir tanpa henti. Aku yakin yesung hyung juga dia merasakan ada yang berbeda dari kata-kata sayang hae jin sekarang dengan kata-kata hae jin yang selalu dia katakan setiap detiknya. Tangan-tangan mungil hae jin menghapus air mata yesung hyung.

oppa, chakso?”

ne. chakso.” Yesung hyung mengacak rambut hae jin.

“jong jin oppa,” hae jin menghampiriku kemudian langsung memelukku.

“terimakasih atas semua jawaban oppa… hae jin tau oppa sempat berbohong kepada hae jin.” DEG. Gadis sekecil hae jin bisa mengetahui bahwa aku… berbohong?

“sekarang hae jin mengerti apa itu kematian… oppa, hae jin sayang oppa. Hae jin sayang jong jin oppa. Sungguh hae jin sangat sangat sangat sangat sangat sayang sama jong jin oppa.” Hae jin melepaskan dirinya, kemdian menatap mataku dan yesung hyung lembut. di kecupnya kedua pipiku dan yesung hyung bergantian.

oppa hae jin—“ BRUK. Tubuh mungilnya tiba-tiba ambruk begitu saja. Membuat aku dan yesung hyung panik. Ku dekap kepala hae jin yang memang tidak jauh dariku. Sedangkan yesung hyung mencoba membangunkan hae jin sebisa mungkin, sekuat yang ia bisa. Aku tak percaya, sungguh. Aku benar-benar tidak percaya dengan hari ini. Tidak. Pikiranku salah. Hae jin tidak mati. Tidak, sungguh ini tidak benar. ini hanyalah mimpi buruk yang ketika aku terbangun nanti akan lenyap begitu saja. Aku tidak perlu mendengarkan detak jantungnya yang masih berdetak atau tidak, atau mengecek urat nadinya yang masih berdenyut atau tidak, karena aku yakin hae jin tidak mati.

“HAE JIN-AH!!!!!!!!!!” teriakku dan yesung hyung frustasi menerima kenyataan pahit ini. hari ini, menit ini, detik ini, aku kehilangan sosok mungil yang sangat aku sayangi dan detik ini juga hae jin pergi meninggalkan aku dan yesung hyung,

Selamanya….

Ya, selamanya…

Hae jin-ah, oppa mencintaimu, saranghae….

Leave a comment